Senin, 23 September 2013

Cerita Rakyat : Kisah Raden Pangantin


Dahulu kala, di daerah Hulu Sungai ada sebuah keluarga yang hidup dalam kekurangan. Walaupun hidup mereka susah, mereka tetap bahagia. Keluarga itu terdiri dari sepasang suami isteri dan seorang anak lelaki mereka yang bergelar Raden Pangantin. Orang tuanya sangat menyayangi Raden Pangantin. Dia tumbuh menjadi seorag lelaki yang mandiri dan gagah. Dia juga sangat penurut terhadap orang tuanya.
Di saat sudah dewasa, Raden Pangantin ingin mengembara ke daerah lain untuk mencari nafkah untuk
membantu keuangan orang tuanya sekaligus mencari pengalaman. Dia juga ingin merasakan hidup mandiri tanpa bantuan orang tuanya. Ibunya tidak menyetujui niat Raden Pangantin tersebut. Ibunya takut terjadi sesuatu hal yang akan membuat Raden Pangantin sengsara di negeri orang. Lagipula ibunya tidak ingin kehilangan anak kesayangannya itu. Tapi, Raden Pangantin terus membujuk ibunya untuk melepaskan dia pergi mengembara dengan alasan dia ingin membuat ibu dan ayahnya hidup bahagia dan layak apabila dia telah mendapatkan uang yang banyak. Dia juga berjanji akan sering-sering pulang mengunjungi orang tuanya. Dengan berat hati ibu dan ayah Raden Pangantin mengijinkan anak mereka satu-satunya untuk pergi mencari kehidupan yang baru tanpa mereka disisinya.
Hari kepergian Raden Pangantin pun tiba. Dia diantar ibu dan ayahnya menaiki kapal di pelabuhan. Linangan air mata orang tua dan anak itu pun menjadi saksi kepergian Raden Pangantin. Ibunya berdoa agar Raden Pangantin selalu diberi kesehatan dan menjadi orang yang sukses. Dia juga berpesan kepada Raden Pangantin menepati janjinya untuk sering pulang menjenguk ibu dan ayahnya di kampung. Kapal yang ditumpangi Raden Pangantin pun berangkat. Mereka saling melambaikan tangan tanda perpisahan. Perlahan tapi pasti, kapal Raden Pangantin semakin menjauh dari pelabuhan. Orang tuanya pun pulang kerumah dengan keharuan.
Setiap malam, ibu dan ayah Raden Pangantin memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar anak mereka, Raden Pangantin, selalu dilindungi oleh-Nya dan diberi keselamatan dalam pengembaraannya. Tidak lupa pula, mereka mendoakan Raden Pangantin agar secepatnya bisa pulang ke pangkuan mereka kembali.
Waktu terus berganti, tetapi Raden Pangantin belum juga kembali. Orang tuanya cemas akan keadaan Raden Pangantin. Mereka juga tidak mendapat kabar dari orang-orang yang datang dipelabuhan tentang anak lelaki mereka itu.
Hingga pada suatu hari, masyarakat di Hulu Sungai geger dengan kedatangan sebuah kapal yang sangat indah dan megah. Anak buah kapalnya pun tak terhitung jumlahnya dan terlihat mahir bekerja. Menurut kabar yang beredar, pemilik kapal adalah seorang saudagar muda yang tampan dan gagah. Isterinya pun cantik jelita dan berpakain mewah. Orang tua Raden Pangantin pun penasaran dengan kapal dan siapa pemiliknya. Mereka pun bergegas mendatangi pelabuhan. Sesampainya di pelabuhan, mereka melihat kapal yang megah tersebut sedang dikerumuni orang banyak. Perlahan-lahan mereka maju mendekati kapal tersebut. Betapa terkejutnya mereka, ternyata lelaki tampan dan gagah pemilik kapal adalah Raden Pangantin, anak lelaki mereka yang sudak sekian lama meninggalkan mereka untuk menjadi orang sukses. Dengan penuh harap dan rindu, mereka memanggil-manggil nama anak lelaki mereka. Mereka terus memanggilnya, berharap Raden Pangantin mendengar panggilan mereka dan segera pulang kerumah bersama menantu mereka yang sangat cantik.
Tetapi, apa yang mereka harapkan berbanding terbalik dengan kenyataan. Pemilik kapal, yang sebenarnya adalah Raden Pangantin putera mereka, dengan ketus menjawab bahwa dia  tidak mempunyai orang tua macam itu. Kalaupun orang tuanya ada, mereka tidak mungkin memakai pakaian yang lusuh dan kotor. Dengan sombongnya Raden Pangantin berkata kepada pengawalnya untuk memberikan sekantong keping emas kepada orang tua renta itu sebagai sedekah kepada orang miskin dan menyruh mereka pergi dari hadapannya. Orang tua Raden Panganti terkejut melihat kelakuan anaknya itu. Mereka sangat sedih dan kecewa melihat anaknya kini menjadi manusia yang sombong dan tidak mengakui orang tuanya. Dengan sedih mereka pergi dari pelabuhan dan kembali ke rumah dengan hati tersayat.
Dengan linangan air mata yang tak terbendung, ibu Raden Pangantin berdoa kepada Tuhan. “Ya Tuhanku, jika benar lelaki itu bukan anakku, peliharalah dia dan isterinya dari murka-Mu yang amat pedih dan selamatkan jiwa mereka dan keturunanaya. Tapi, apabila dia memang benar-benar anakku, Raden Pangantin, maka hukumlah dia dengan siksamu dan jangan pernah memaafkan dosa anak durhaka itu”
Setelah ibu Raden Pangantin selesai berdoa, langit tiba-tiba berubah menjadi amat gelap. Angin kencang datang. Hujan badai pun datang tanpa henti. Kapal raden Pangantin yang sudah berada di tengah laut pun tidak dapat menghindari badai besar tersebut. Raden Pangantin memerintahkan anak buahnya untuk mengamankan kapal dari amukan badai. Raden Pangantn dan isterinya berlindung di dalam kapal. Tetapi nasib malang menimpa kapal megah Raden Pangantin. Karena badai yang amat dahsyat, kapal itu pun terbalik dan pecah menjadi tiga bagian. Raden Pangantin dan isterinya pun terperangkap dalam kapal terbalik itu.
Setelah badai reda, terlihat salah satu pecahan kapal Raden Pangantin menjadi batu besar seperti gunung. Menurut cerita, pecahan kapal itu masih ada sampai sekarang, dan menjadi gunung yang tinggi menjulang. Gunung itu berada di kawasan wisata Pagat, Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung :)